Bab Shalah ; Hukum Orang Yang Meninggalkan Shalat
Ini merupakan kelanjutan bahasan sebelumnya, masih mengenai Bab ash-Shalah. "Bismillahirrahmanirrahim"(ويقتل) أي (المسلم) المكلف الطاهر حدا بضرب عنقه (إن أخرجها) أي المكتوبة، عامدا (عن وقت جمع) لها، إن كان كسلا مع اعتقاد وجوبها (إن لم يتب) بعد الاستتابة،..dan dibunuh bagi orang Muslim yang mukallaf yang suci, apabila dengan sengaja menunda shalat fardhu hingga melewati batas waktu penjamakannya, malas mengerjakan namun masih berkeyakinan bahwa shalat itu wajib, (kemudian dia disuruh taubat) namun tidak mau bertaubat, maka wajib ditetapkan had (memancung leher).
وعلى ندب الاستتابة لا يضمن من قتله قبل التوبة لكنه يأثم. ..berpijak pada pendapat yang mengatakan ‘sunnah’ memerintahkan taubat, maka membunuh orang yang menunda shalat sebelum bertaubat adl tidak dikenakan pidana, tetapi tetap berdosa.
ويقتل كفرا إن تركها جاحدا وجوبها، فلا يغسل ولا يصلى عليه. (ويبادر) من مر (بفائت) وجوبا، إن فات بلا عذر، فيلزمه القضاء فورا...dan (orang yang meninggalkan shalat) krn mengingkari wajibnya, maka dia dibunuh sebagai orang kafir. Maka tidak perlu dimandikan, dan (tidak perlu) dishalati. (serta tidak boleh dimakamkan dipekuburan Muslim, pen). Bagi seorang Muslim yang mukallaf yang suci, jika meninggalkan shalat tanpa halangan, maka wajib segera mengqadha’ shalat yg ditinggalkan, krn itu hokum mengqadha’ baginya adalah wajib.
قال شيخنا أحمد بن حجر رحمه الله تعالى: والذي يظهر أنه يلزمه صرفجميع زمنه للقضاء ما عدا ما يحتاج لصرفه فيما لا بد منه، وأنه يحرم عليه التطوع،berkata Syaikhuna Ahmad ibnu Hajar rahumahullah ta’alaa, yang jelas, bagi orang tersebut wajib menggunakan setiap waktunya untuk mengqadha’ (shalat)nya, selain waktu yang digunakan untuk hal lain (missal, tidur, cari nafkah bg orang yg harus dinafkahi, pen), disamping itu juga haram baginya mengerjakan shalat sunnah. (sebeluam kewajiban shalat fardhu yg ditinggalkan ditunaikan, -pen).
ويبادر به - ندبا - إن فات بعذر كنوم لم يتعد به ونسيان كذلك.Jika shalat ditinggalkan krn ada udzur (halangan), semisal tidur (tertidur) bukan karena lalim (main2) atau lupa, maka dia sunnah dengan segera mengqadha’nya.
(ويسن ترتيبه) أي الفائت، فيقضي الصبح قبل الظهر، وهكذا. (وتقديمه على حاضرة لا يخاف فوتها) إن فات بعذر، وإن خشي فوت جماعتها - على المعتمد -...dan disunnahkan mengerjakan secara tertib shalat yang ditinggalkan karena udzur, yaitu mengerjakan shalat Shubuh sebelum shalat Dhuhur dan seterusnya. Sunnah mendahulukan shalat qadha’ sebelum shalat Ada’, jika tidak khawatir kehabisan waktu shalat Ada’ ; menurut pendapat yang Muktamad, meskipun ia khawatir akan ketinggalan jamaah.
وإذا فات بلا عذر فيجب تقديمه عليها.Jika ditinggalkannya bukan krn sebab udur, maka hukumnya wajib mendahulukan shalat qadha’ daripada shalat Ada’.
أما إذا خاف فوت الحاضرة بأن يقع بعضها - وإن قل - خارج الوقت فيلزمه البدء بها.Adapun jika dikhawatirkan kehabisan waktu shalat Ada’, walaupun sebagian –meskipunb sedikit saja- dari shalat Ada’ akan terjadi diluar waktunya, maka baginya wajib mendahulukan shalat Ada’.
ويجب تقديم ما فات بغير عذر على ما فات بعذر. وإن فقد الترتيب لانه سنة والبدار واجب dan (juga) diwajibkan mendahulukan shalat Qadha’, yang tanpa udzur atas qadha’ shalat yang tertinggal sebab udzur, walaupun terjadi ketidaktertiban waktunya. Karena tertib itu hukumnya sunnah, sedangkan bersegera hukumnya adalah wajib.
ويندب تأخير الرواتب عن الفوائت بعذر، ويجب تأخيرها عن الفوائت بغير عذر.dan sunnah mengakhirkan shalat-shalat Rawatib atas shalat Fardhu, sebab ada uzur ; dan wajib mengakhirkan shalat Rawatib atas qadha’ shalat tanpa udzur.
Penjelasan dari kami ;
Seorang muslim yang sudah mukallaf, apabila sengaja menunda mengerjakan shalat fardhu hingga melewati batas waktu menjamak, malas mengerjakannya namun masih berkeyakinan bahwa hokum shalat itu wajib dan ketika diminta untuk bertaubat namun tidak mau bertaubat, maka wajib ditetapkan had yaitu dibunuh dan tetap sebagai seorang Musim.
Batas waktu jamak adalah batas waktu dimana dua shalat fardhu bisa dijamak. Shalat fardhu yang bisa dijamak adalah Dzhuhur dengan Asar, Maghrib dan Isya’. Maka jika semisal meninggalkan shalat dzuhur, maka batas waktu nya untuk bertaubat adalah sampai waktu shalat asar, dan jika sudah melewati batas waktu shalat Asar maka wajib ditetapkan had.
Memerintahkan bertaubat adalah sunnah menurut sebagian pendapat, maka jika maka membunuh orang yang menunda shalat sebelum bertaubat adl tidak dikenakan pidana, tetapi tetap berdosa.
Seorang muslim yang sudah mukallaf, apabila sengaja meninggalkan shalat dan mengingkari wajibnya shalat maka dia dibunuh sebagai orang kafir. Jenazahnya tidak perlu dimandikan, tidak perlu dishalati dan tidak diperbolehkan dimakamkan di pekuburan Muslim.
Seorang Muslim yang meninggalkan shalat tanpa halangan, wajib mengqahda shalat yang ditinggalkan. Sebab hokum mengqadha’ shalat yang ditinggalkan adalah wajib.
Asy-Syekh al-Imam Ahmad Ibnu Hajar, mengatakan bahwa orang orang meninggalkan shalat wajib mengqadha’nya dan wajib menggunakan setiap waktunya untuk melakukan qadha’ shalat yang ditinggalkan, selain waktu yang digunakan untuk hal –hal lain semisal tidur, waktu bekerja mencari nafkah untuk orang yang dinafkahi dan lainnya. Haram baginya mengerjakan shalat sunnah sebelum kewajiban shalat fardhu yang ditinggalkan ditunaikan.
Jika diatas berbicara mengenai shalat yang ditinggalkan tanpa halangan maka hokum mengqadha;nya adalah wajib. Namun, jika meninggalkan shalat karena sebab udzur (halangan), semisal tidur yang tidak untuk disengaja atau lupa, maka hokum menyegerakan untuk mengqadha’nya adlah sunnah.
Disunnahkan mengerjakan shalat yang ditinggalkan karena sebab udzur secara tertib, yaitu mengerjakan shalat shubuh sebelum shalat Dhuhur dan seterusnya. Sunnah mendahulukan shalat qadha’ sebelum shalat Ada’, jika tidak khawatir kehabisan waktu shalat Ada’ ; menurut pendapat yang Muktamad, meskipun ia khawatir akan ketinggalan jamaah.
Misalnya shalat yang ditinggalkan sebab udzur adalah shalat Dhuhur dan akan diqhada’ pada waktu Asar, maka yang sunnah didahulukan adalah shalat qadha’ jika waktu shalat asar (dimanan shalat Asar adl shalat Ada’) masih mencukupi, adapun jika misalnya mengerjakan shalat Asar pada waktu yang sangat akhir dan dikhawatirkan waktu shalat Asar tidak cukup jika menduhulukan shalat qadha (shalat dhuhur tadi), maka yang didahulukan adalah shalat Asar, dan ini hukumnya wajib.
Hukum mendahulukan shalat qadha’ dari pada shalat Ada’ adalah wajib jika shalat yang ditinggalkan bukan karena sebab udzur dan tidak khawatir waktu shalat Ada’ akan habis.
Diwajibkan mendahulukan shalat qadha’ yang tanpa udzur daripada qadha’ shalat yang tertinggal sebab udzur, walaupun terjadi ketidaktertiban waktunya. Karena tertib itu hukumnya sunnah, sedangkan bersegera hukumnya adalah wajib.
Misalnya meninggalkan shalat dhuhur tanpa ada udzur namun juga meninggalkan shalat Asar karena ada sebab udzur, maka yang diduhulukan untuk dikerjakan adalah shalat dhuhur karena shalat dhuhur ditinggalkan tanpa ada udzur, adapun jika sebaliknya, misalnya shalat dhuhur ditinggalkan sebab ada udzur dan shalat Asar juga ditinggalkan namun tanpa ada udzur, maka yang wajib didahulukan (disegerakan) adalah shalat Asar, kemudian shalat dhuhur.
Hukumnya sunnah mengakhirkan shalat-shalat Rawatib (يندب تأخير الرواتب) atas shalat Fardhu, sebab ada uzur ; dan wajib mengakhirkan shalat Rawatib atas qadha’ shalat tanpa udzur.
Demikian pembahasan kali ini, semoga bisa bermanfaat dan mendapat berkah serta ridha dari pengarang kitab ini sehingga ilmu yang kita dapat bermanfaat,
Fiqih Shalat: Hukum Shalat, Hikmah Shalat, dan Keutamaan Shalat
Oleh Sheikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairiy
A. Hukum Shalat
Shalat itu wajib bagi semua umat Islam. Karena Allah Ta’ala telah memerintahkannya pada beberapa ayat dalam Al-Quran:
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“...Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu (wajib) yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman,” (QS An-Nisa: 103).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wustha. Berfirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk,” (QS Al-Baqarah: 238).
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menjadikan shalat sebagai pondasi kedua dari lima pondasi Islam.
Beliau bersabda:
“Islam itu didirikan atas lima perkara: (1) Bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah; (2) Mendirikan shalat; (3) Menunaikan Zakat; (4) Mengerjakan haji ke Baitullah; dan (5) Berpuasa pada bulan Ramadhan,” (HR Al-Bukhari: 1/9, dan Muslim: 20, 21, Kitab Al-Iman).
Hukum orang yang tidak mengerjakan shalat secara syar’i diancam hukuman mati. Adapun orang yang meremehkannya, masuk dalam kategori fasik.
B. Hikmah Shalat
Sebagian hikmah disyariatkannya shalat adalah bahwa shalat itu dapat membersihkan jiwa, dapat menyucikannya, dan menjadikan seorang hamba layak bermunajat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala di dunia dan berada dekat dengan-Nya di surga. Bahkan shalat juga dapat mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“...Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar...” (Al-Ankabut: 45).
C. Keutamaan Shalat
Untuk mengetahui keutamaan dan keagungan shalat, cukuplah kita membaca hadist-hadist Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam berikut:
1. Sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam:
“Pokok terpenting dari segala perkara adalah Islam, dan tiangnya adalah shalat, serta puncak tertingginya adalah jihad di jalan Allah,” (HR Tirmidzi: 616).
2. Sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam:
“(Yang membedakan) antara seseorang dan kekufuran adalah meninggalkan shalat,” (HR Muslim: 134, Kitab Al-Iman).
3. Beliau Shalallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
“Aku telah diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat dan menunaikan zakat. Apabila mereka telah melakukannya, maka mereka telah menlindungi harta dan jiwanya dariku kecuali karena hak Islam, dan hisab (perhitungan) amal mereka diserahkan kepada Allah Azza Wa Jalla,” (HR Al-Bukhari: 1/13, 9/138).
4. Sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam ketika ditanya tentang amalan apa yang paling utama, beliau menjawab:
“Mengerjakan shalat pada (awal) waktunya,” (HR Muslim: 36, Kitab Al-Iman).
5. Sabda beliau:
“Perumpamaan salat lima waktu ibarat sebuah sungai tawar yang deras yang ada di dekat pintu rumah salah seorang dari kalian, yang ia mandi di dalamnya sebanyak lima kali setiap hari, maka apakah kaliah melihat adanya kotoran yang tersisa padanya?” Para sahabat berkata, “Tidak ada sedikitpun.” Beliau melanjutkan, “Sesungguhnya shalat lima waktu itu dapat menghilangkan dosa-dosa sebagaimana air dapat menghilangkan kotoran,” (HR Muslim: 284, Kitab Al-Masajid).
6. Sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam:
“Tidaklah seorang muslim yang ketika tiba waktu shalat fardhu dia membaguskan wudhunya dan kekhusyukannya serta rukuknya melainkan shalat itu menjadi penghapus dosa-dosanya yang telah lewat, selama dia tidak berbuat dosa besar, dan itu sepanjang masa,” (HR Muslim: 7, Kitab Ath-Thaharah, dan Imam Ahmad: 5/260). Wallahu’alam bish shawwab.